Namanya selalu muncul dalam koran bersama timnya saat itu, SSB UNI. Bahkan, pada edisi perdana Piala Danone di Indonesia, Dado hampir terbang ke Perancis saat UNI berhasil masuk babak final di tingkat nasional. Tahun 2005, ketika saya bergabung dengan Persib U-15 sebagai pemain baru karena sebelumnya di Persikab U-15, saya sudah merasakan hal berbeda jika melihat Dado dibandingkan kawan-kawan lainnya di Persib U-15. Dia begitu disegani oleh para pemain lain, sikap hormat yang ditunjukkan para pemain lain kepadanya membuat saya latah mengikuti sikap para pemain lain, segan dan hormat. Ternyata dialah kapten tim. Benar-benar pemimpin, baik di lapangan maupun di luar lapangan. Semua komandonya dapat dituruti oleh pemain lain. Sifatnya yang kalem dan disiplin akhirnya membawa tim asuhan Sutiono Lamso dapat menjuarai kompetisi Haornas yang telah puluhan tahun tropinya dinantikan singgah di kota kembang.
Dedi Menangis Paling Keras
Ada kejadian unik yang dialami Dado saat memperkuat Persib 15, hal itu terjadi saat tim Jabar (diwakili Persib) bertanding melawan tim Bali. Pada penyisihan grup, tim Persib yang di tingkat Jabar tak pernah kekalahan, harus merasakan kekalahan pertama di penyisihan grup Piala Haornas Nasional. Usai laga yang berkesudahan 0-1 tersebut, para pemain menangis dengan sangat lantang, termasuk Dedi. Bukan hanya sang kapten Dedi, aksi nangis berjamaah pemain lainnya pun menghiasi headline media massa saat itu. Bahkan hal itu sampai membuat pentolan Viking, Yana Umar, masuk ke ruang ganti pemain untuk membangkitkan semangat maung ngora. Namun kekalahan tersebut akhirnya terbalaskan saat tim Jabar bertemu lagi dengan Bali di babak empat Besar hingga akhirnya pemain bernomor punggung sepuluh tersebut mengangkat tropi Piala Haornas.
Memasuki tahun 2006, saat mayoritas pemain Persib 15 bubar karena usianya tak memenuhi syarat lagi untuk berkompetisi di level Haornas, Dado malah langsung bergabung dengan tim Persib 18 yang mayoritas pemainnya dua tahun lebih tua dari usianya. Di tahun tersebut, Dado kembali membawa Persib 18 meraih sukses di Kalimantan. Gol tunggal Munadi membawa Maung Ngora berjaya. Tahun 2007, Dado masih tergabung di tim Persib 18. Di saat yang bersamaan, Persib mulai membetuk Diklat yang saat itu ditangani oleh Indra Thohir. Dado pun masuk ke dalam skuad asuhan pelatih yang pernah menjadi pelatih terbaik Asia tersebut. Namun, pada saat PSSI menggelar Liga Super edisi pertama, Dado malah memilih hengkang ke Pelita Jaya yang saat itu ditangani oleh Djadjang Nurdjaman. Kepindahan Dado karena kedekatannya juga dengan sang pelatih. Walaupun sempat beredar kabar kalau di Persib terus dia harus bekerja keras merebut posisi inti karena satu posisi dengan Munadi. Tetapi keputusannya meninggalkan kostum biru adalah pilihan tepat. Pada kompetisi LSI U-21 edisi pertama, Dedi Kusnandar berhasil membawa tim Pelita Jaya U-21 meraih tropi. Bahkan dia yang pertama mengangkat tropi karena berperan sebagai kapten tim, padahal usianya masih 17 tahun dan masih banyak pemain yang lebih senior dari dirinya, seperti Ferdinand Sinaga. Dan kalau tidak salah, dia juga dinobatkan sebagai pemain terbaik.
Tahun berikutnya, dia berhasil memberikan prestasi pada sekolahnya di ajang Piala Coaca-Cola dan membawanya sebagai pemain terbaik di ajang tersebut. Imbalannya, dia pergi ke Afrika Selatan untuk menyaksikan Piala Dunia 2010. Setelah berprestasi di Pelita Jaya U-21, tak lama kemudian dia dipanggil ke tim senior yang saat itu dilatih oleh pelatih kawakan, Rahmad Darmawan. Di tahun itu pula, akhirnya penulis bisa menyaksikan dia di layar kaca. Dia dan RD seakan satu paket, pada saat RD melatih Arema, Dedi ikut diboyongnya. Begitupun pada saat RD menukangi Persebaya, anak muda asal Sumedang itu bahkan menjadi pemain penting di tim besar macam Persebaya. Dalam suatu kesempatan, penulis pernah berbincang dengan kakak kandung Dedi, karena kebetulan kakaknya senior penulis di kampus. Saya pernah bertanya kapan Dado kembali ke Bandung mengenakan seragam biru? Sang kakak menjawab bijak kalau dia butuh jam terbang dulu. Namun dalam perbincangan itu pun saya berkeyakinan kalau suatu saat dia akan punya kesempatan membela timnas U-23. Tahun 2014, hal itu tercapai, bahkan menjadi kapten tim. Kebanggaan melihat karirnya naik pasti ada di benak orang-orang terdekatnya, termasuk bagi penulis yang mungkin sudah tak dikenal lagi oleh sang pemain favoritnya. Hehehe...
Pada tahun 2014, saat Djanur memanggil para putra daerah, seperti Ferdinand Sinaga dan Tantan, itu merupakan kabar baik untuk para bobotoh. Namun, Dado yang saat itu juga dipanggil Djanur untuk pulang kandang, masih belum bersedia dan memilih mengikuti RD di Persebaya. Tahun berikutnya, akhirnya pemain yang akrab dengan gelar juara saat di Persib junior tersebut berlabuh di kota yang mengenalkannya pada sepak bola. Bahkan, keberaniannya untuk pulang membela tim impian dia sejak kecil menimbulkan pertanyaan dari salah satu media massa di Jabar yang terdapat rubrik tentang Persib. Koran tersebut memprediksi tentang masa depan Dado di Persib, apakah akan sama dengan para pemain muda lainnya yang sulit berkembang atau dapat memecahkan mitos tersebut. Pertanyaan yang wajar dilontarkan, karena memang para pemain muda di Persib selalu sulit mendapatkan jam terbang bermain. Apalagi Persib selalu dihuni para pemain senior yang sudah memiliki banyak pengalaman. Hingga saat saya menulis tulisan ini, tepatnya setelah Persib berhasil menahan imbang Ayeyawadi di Piala AFC 2015, penulis berani mengatakan bahwa Dado berhasil memecahkan mitos jika pemain muda sulit menembus posisi inti di tim sebesar Persib. Tentu kepercayaan yang diberikan pelatih merupakan jawaban dari kualitas yang dimiliki oleh seorang Dado.
Tidak cukup hanya sebagai pemecah mitos kesulitan pemain muda yang berkembang di tim Persib. Semoga, Dado dapat terus menunjukkan kematangannya dalam bermain. Dan juga gelar-gelar juara yang pernah diraihnya sejak junior bersama Persib dapat diulanginya bersama tim senior. Akhirnya, bukan hanya dia dan keluarganya yang bangga, tetapi bobotoh, manajemen, dan juga seluruh elemen pencinta Persib akan bersiap menyambut legenda baru yang akan dapat memberikan prestasi bagi sang Maung Bandung. Legenda yang lahir dan mengalir dalam darahnya nafas urang pasundan, Dado si putra daerah.
Mohon maaf jika terdapat kesalahan, karena tanpa referensi sama sekali.
Penulis, Indra Jaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar