Sabtu, 23 Mei 2015

Mafia Bola Harus Pensiun

Indonesia merupakan negara yang memiliki minat besar terhadap olahraga sepak bola. Masyarakat Indonesia telah menjadikan sepak bola sebagai olahraga rakyat yang paling digemari. Namun, hal tersebut belum cukup menjadikan negeri ini menjadi negara sepak bola dengan untaian prestasi di kancah internasional. Indonesia, hanya menjadi penikmat sepak bola dunia dan menjadi salah satu market sepak bola.

Saat sepak bola belum menjadi industri seperti sekarang ini, para pelaku yang terlibat dalam olahraga invasi ini merupakan orang-orang yang murni mencintai sepak bola. Namun, saat sepak bola telah menjadi mata pencaharian, dan ada perputaran uang yang besar dalam kegiatan ini, kemurnian sepak bola telah terkontaminasi dengan berbagai kepentingan. Ketika sepak bola Indonesia masih tertatih dan sebagian orang berusaha memajukan persepakbolaan nasional, muncul kalangan lain yang memanfaatkan buruknya mental sebagian pelaku sepak bola kita. Sehingga muncul adanya pengaturan skor, pengaturan tim yang juara, dan juga kecurangan-kecurangan lain yang tidak diindahkan dalam permainan sepak bola. Tentu ini bukan perkara sepele dan sepertinya akan sulit memberantas para mafia yang telah melibatkan para pelaku sepak bola langsung, seperti pemain, pelatih, manajer, wasit, atau bahkan pengurus organisasi sepak bola itu sendiri.

Pelaku sepak bola yang tidak memiliki jiwa fairplay tentu akan mudah menerima tawaran untuk bermain curang, walaupun hati kecilnya sadar bahwa ia berada di jalur yang salah dan mencederai sportivtas. Begini, penjudi bola menawarkan uang yang diyakini lebih besar dari apa yang diterima oleh seorang, katakanlah pemain, pelatih atau wasit. Seperti yang pernah diutarakan oleh mantan pemain nasional, Rocky Putiray, yang sempat ditawari dua bulan gajinya untuk tidak mencetak gol dalam sebuah pertandingan saja. Dua bulan gaji bisa didapat dalam waktu sembilan puluh menit di lapangan, sulit untuk menolak, tetapi jika si pemain memiliki jiwa fairplay, bukan perkara sulit untuk mengatakan tidak. Hal-hal seperti itu memang tidak hanya terjadi di Indonesia, pasti di persepakbolaan dunia yang jauh lebih maju pun ada hal demikian.

Kasus yang paling menggemparkan dunia pernah terjadi di final Piala Dunia 1998. Pada tahun itu, krisis moneter tengah melanda dunia. Konon, dalam Piala Dunia Perancis terdapat “permainan” para mafia untuk mengatur pemenang di final yang mempertemukan timnas Brazil dan tuan rumah Perancis. Saat itu, masyarakat dunia lebih memilih timnas Brazil untuk menjadi juara. Selain memiliki materi pemain yang bagus, mereka juga merupakan juara bertahan yang di edisi sebelumnya mengukir sejarah sebagai juara melalui drama adu penalti yang pertama kalinya dipilih untuk menentukan pemenang. Namun hasilnya diluar prediksi, Zidane dkk. justru keluar sebagai pemenang saat membantai tim Samba dengan skor telak, 3-0. Bahkan sebelum laga, the phenomenon, Ronaldo Luiz Nazario de Lima, meringis kesakitan yang konon berpura-pura karena enggan bermain di partai puncak.

Apakah ada permainan mafia dalam hal itu? Entahlah. Namun hal seperti itu bukanlah sesuatu yang baru dalam sepak bola. Serie A, pernah tersandung kasus calciopoli. Yang menjadi pelakunya bahkan tim sebesar Juventus yang harus melepaskan gelar dan terdegradasi ke Serie B. Artinya memang bukan hanya di Indonesia, tapi kalimat “bukan hanya di Indonesia” ini jangan dijadikan alasan untuk terus melakukan kecurangan di sepak bola. Justru para pelaku sepak bola kita harus berani mengambil tindakan tegas untuk menolak tawaran haram dari para bandar judi dan mafia kelas kakap yang ingin mencederai makna fairplay. Ingat, sepak bola Indonesia belum kembali beprestasi lagi. Marilah sama-sama membangun sepak bola Indonesia, jangan korbankan kepentingan besar Ibu Pertiwi demi keuntungan individu atau golongan kecil yang justru menghambat dan merusak pembangunan ini.



Sepak bola telah menjadi mata pencaharian, tetapi carilah rezeki yang halal dari sepak bola kita. Cintai sepak bola seperti mencintai diri kita sendiri, yang harus malu jika kita mau menjual kehormatan kita demi kepentingan orang lain. Biarkan sepak bola berada di jalur yang seharusnya, yaitu mencari kemenangan dengan permainan cantik di lapangan, dengan kerja keras yang telah ditempuh dalam latihan dan pertandingan, dengan sepenuh hati memainkannya tanpa harus ada drama diluar sportivitas yang mempengaruhinya. Meraih kemenangan dengan mengalahkan lawan yang juga ingin memenangkan pertandingan jauh lebih baik ketimbang meraihnya saat lawan sengaja mengalah. Menjadi juara dengan proses yang keras akan terasa lebih bangga daripada dengan menyuap dan mengaturnya jauh-jauh hari. Dan, bermain sepenuh hati jauh lebih menghibur daripada bermain dengan paksaan yang akhirnya membobol gawang kalian sendiri. Marilah, jangan ragu untuk pensiun menjadi mafia sepak bola yang telah merusak persepakbolaan kita.

Indra Jaya

Jumat, 15 Mei 2015

Saatnya Kita Juara

Besok pertandingan final LPI yang kedua kalinya secara berturut-turut untuk SMPN 1 Lembang. Pada final tahun lalu, kita kalah secara terhormat melalui drama adu penalti. Di pertandingan besok, lawan yang kalian hadapi adalah tim yang sama pada perebutan gelar juara. Jangan menganggap tim lawan sebagai tim yang sulit untuk dikalahkan. Saat kita unggul, ingat drama apa yang terjadi pada pertandingan final sehingga lawan bisa menyamakan skor.

Tetap fokus pada pertandingan, jangan bergantung pada keputusan wasit, begitu pun besok. Tim lawan saat ini memiliki fighting spirit yang bagus, tetapi tak perlu ditakuti. Kalian juga memiliki daya juang dan mental petarung. Besok, bermain rapat adalah hal yang wajib kalian lakukan. Jangan membuat kesalahan-kesalahan yang tidak perlu. Dua gol yang masuk ke gawang kita dari dua pertandingan adalah kesalahan yang kita buat sendiri.
Hindari membuat pelanggaran di daerah pertahanan. Sekali lagi, jangan takut lawan kita besok. Ada catatan menarik dalam setiap duel kita melawan SMPN 3. Kita belum pernah kalah lebih dari selisih satu gol. Mini Soccer 2012, Bankzi kalah adu penalti di semi final. LPI 2013, kita kalah 2-1, dua gol mereka berasal dari titik putih. Mini Soccer 2014, kita menang 2-0. Dan yang teranyar, kita kalah adu penalti di final LPI 2014.

Melihat statistik itu, yakinlah, kita bukan lawan mudah buat mereka, begitu pun kita, mereka adalah lawan kuat, tapi pernah kita kalahkan dengan selisih dua gol. Fokus buat pertandingan besok, kawan! Rebut piala di tangan SMPN 3 Lembang. Selama ini tidak ada tim yang berhasil mempertahankan gelar di LPI KBB. Saatnya kalian juara dan goes to Jabar mewakili daerah kalian dan semua pelajar di KBB.
Jadilah yang terbaik dan buatlah orang tua, sekolah, dan orang-orang di lingkungan kalian bangga dengan meraih gelar juara LPI besok pagi. Semangat, siapkan pertarungan besok, tetap rileks, hindari kesalahan dan pelanggaran yang tidak perlu. Perbanyak peluang mencetak gol, korbankan semuanya untuk pertandingan besok. Tidak ada lagi takut bola, tidak ada emosi pada lawan. Ayo, jadilah angkatan pertama yang memberikan gelar juara untuk SMPN 1 Lembang. Segera torehkan tinta emas untuk diri kalian sendiri untuk kampus yang kalian cintai. Bismillah...

Senin, 04 Mei 2015

Persib-Persija Satu Selera

Perseteruan dua tim besar dalam persepakbolaan Indonesia antara Persib Bandung dan Persija Jakarta telah menjadi duel klasik dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Sebelum terjadi gesekan antara Viking (suporter Persib) dan The Jak Mania (suporter Persija), Persib sebetulnya telah memiliki musuh bebuyutan. El clasico lebih cocok disematkan pada duel antara Maung Bandung, julukan Persib, dengan Ayam Kinantan (PSMS Medan). Bagi penulis, duel Persib-PSMS lebih seru dalam segi permainan di atas lapangan hijau. Persib yang memiliki ciri khas permainan indah dari kaki ke kaki dan PSMS yang memiliki ciri permainan keras menjadi pertarungan dua karakter tim yang berbeda. Namun, sayang setelah PSMS tak lagi tampil di ISL, duel seru tersebut tak dapat lagi dinikmati.

Sematan duel klasik akhirnya dialamatkan pada duel si biru dan orange. Apalagi kedua suporter kesebelasan tidak pernah akur walaupun perdamaian sering dilakukan oleh berbagai pihak. Seperti Real Madrid dan Barcelona di La Liga, Persib dan Persija juga pernah dihuni oleh pemain yang sama. Perpindahan pemain diantara kedua tim sudah sering terjadi. Penulis mencoba mencatat perpindahan pemain saat dua tim ini belum menjadi musuh besar hingga saat ini.

Perpindahan pemain dari Persib ke Persija :
Salim Alaydrus
Pemain asal Purwakarta ini bersinar saat masih membela Persikota. Bahkan saat berseragam Persib, kemampuan terbaiknya masih bisa dirasakan untuk tim Bandung. Saat pindah ke Persija, kemampuannya mulai menurun karena sebelumnya sering cedera.

Erik Setiawan
Rahmat Afandi
Fabio Lopez Alcantara
Marwal Iskandar

Perpindahan pemain dari Persija ke Persib :
Budiman Yunus
Nama Budiman Yunus patut dikedepankan. Pemain asal Lembang yang besar bersama Bandung Raya ini menjadi legend di dua klub yang berseteru. Tahun 2001, saat Persija meraih juara Liga Indonesia, putra dari tanah sunda ini menjadi kapten tim. Namanya begitu harum dan dihargai di ibu kota, begitu pun di kampung kelahirannya saat itu. Setelah membawa Persija juara, Persib Bandung memanggilnya pulang untuk mengisi bek sayap kiri yang menjadi posisi andalannya. Walaupun tidak memberikan gelar juara bagi Pangeran Biru, kakak kandung Deden Suparhan ini telah dianggap sebagai legend oleh tim Persib. Terbukti saat Persib Legend bertanding melawan Manchaster United Legend, Budiman berkesempatan untuk unjuk kebolehan di stadion si Jalak Harupat.

Yudi Guntara
Lorenzo Cabanas
M Nasuha
M Ilham
Nur Alim
Charis Yulianto
Bergabung dengan Persib tahun 2006 dari Persija, dan saat itu ia tercatat sebagai skuad tim nasional, bahkan memegang ban kapten. Namun pemain yang pernah membela Arema ini seakan tenggelam bersama Persib. Tim yang dibelanya pun berada di titik nadir dan hampir terdegradasi.

Antonio Claudio

Atep
Perpindahan Atep adalah yang paling alot. Atep adalah pemain binaan tim internal Persib. Di usianya yang masih muda, Atep sempat membawa Persija ke parta final Liga Indonesia dan Copa Indonesia tahun 2005. Namun Atep gagal mempersembahakan gelar juara untuk tim ibu kota. Sejak saat itu, desakan bobotoh begitu besar agar manajemen Persib dapat memulangkan Atep ke Bandung. Namun hal itu tidaklah mudah, Atep memilih bertahan pada tahun 2006 hingga 2007 di Persija. Banyak jawaban beragam mengapa Atep memilih bertahan di tim Persija. Ada yang menganggap dia mematok kontrak miliaran rupiah, jual mahal, dsb. Hingga pada suatu kesempatan di tahun 2007 saat Persib berlaga melawan timnas Indonesia, Atep mendapat cemoohan keras dari para bobotoh yang hadir di stadion Siliwangi. Emosi Atep pecah saat berhasil mencetak gol indah ke gawang Tema Mursadat, selebrasinya menyiratkan bahwa dia bisa melawan tekanan mental yang diberikan oleh bobotoh. Musim ISL pertama, tepatnya tahun 2008 Atep akhirnya pulang kandang berseragam biru-biru. Bahkan ia mengenakan nomor tujuh favoritnya yang sebelumnya digunakan Salim. Hingga saat ini, ia merupakan pemain terlama di skuad Persib bersama Hariono. Sang kapten juga berhasil membawa tropi LSI 2014.

Aliyudin
Jendri Pitoy
Imran Nahumarury
Andi Supendi
Sony Kurniawan
Budi Sudarsono
Toni sucipto
Baihaki Kaizan
Arcan Iurie
Abanda

Penulis,
Indra Jaya