Kamis, 30 April 2015

Sampai Dimana Sepak Bola Indonesia



                Dari tahun ke tahun, sepak bola selalu mengalami perkembangan. Perkembangan-perkembangan yang ada di sepak bola, sedikit banyak mempengaruhi kemajuan sepak bola di beberapa negara yang mengikuti dan memanfaatkan perkembangan tersebut. Dahulu, ketika sepak bola masih mengandalkan kemampuan alamiah seorang pemain, Indonesia dapat berbicara banyak di pentas sepak bola internasional. Namun seiring berkembangnya permainan sepak bola, prestasi tim nasional Indonesia mulai tertinggal dibandingkan dengan tim-tim lain yang dulu tak sebagus Tim Merah Putih. Harus diakui, Indonesia memang terlambat dalam membangun persepakbolaan. Ketika negara-negara lain telah membangun persepakbolaan menjadi lebih kompleks dan modern, Indonesia seakan masih tetap yakin pada bakat-bakat alamiah para pemainnya. Terlalu jauh memang apabila kita membandingkan persepakbolaan nasional dengan sepak bola negara-negara besar di Eropa dan Amerika Selatan. Tetapi, hal itu pun bukan sebuah kekeliruan, justru sepak bola kita butuh pembanding agar dapat terlihat dimana letak kesalahan dan kekurangan yang ada di sepak bola Indonesia.

Oficial Tim
                Terjadi perbedaan yang sangat mencolok antara tim nasional atau klub lokal dengan tim-tim sepak bola kelas dunia. Di beberapa klub lokal, kelengkapan staf di tim biasanya hanya terfokus pada penetapan manajer, pelatih kepala, asisten pelatih tehnik, pelatih fisik, fisioterapi, dan dokter tim. Dua jabatan terakhir, telah menghiasi persepakbolaan Indonesia dalam beberapa tahun ini. Patut disyukuri, karena keberadaan fisioterapi dan dokter tim memang sangat diperlukan dalam permainan yang cukup keras ini. Namun seharusnya tidak cukup sampai disitu, keberadaan nutrisionis (ahli gizi) dalam sebuah tim tentu diperlukan juga. Asupan gizi yang baik bagi kegiatan olahraga yang dilakukan selama 90 menit dengan intensitas yang fluktuatif (tetapi lebih dominan tinggi), merupakan salah satu faktor penting untuk menunjang prestasi. Jumlah gizi yang diperlukan sebelum dan setelah pertandingan/ latihan dapat mempengaruhi penampilan pemain di lapangan. Kondisi seperti itu belum dapat direalisasikan oleh beberapa klub, hanya sedikit klub yang menggunakan jasa nutrisionis di Liga Indonesia. Gizi, bagi seorang atlet memang bukan faktor utama untuk meraih kesuksesan, namun asupan gizi bagi atlet adalah salah satu faktor untuk meraih prestasi.
                Kemudian keberadaan tim analis, tidak banyak klub sepak bola Indonesia yang memakai jasa tim analis untuk mengevaluasi kinerja para pemainnya. Sejauh ini, evaluasi hanya dilakukan oleh pengamatan langsung pelatih kepala dan para asistennya. Jika saja klub mau memakai jasa tim analis, maka evaluasi yang dilakukan untuk melihat sejauh mana kinerja pemain di lapangan, akan terlihat sangat jelas kelebihan dan kekurangan setiap masing-masing pemain. Karena tim analis tugasnya hanya memantau satu pemain di lapangan, tanpa harus terganggu dengan penilaian terhadap pemain lain. Namun sayangnya, masih belum banyak klub yang memakai jasa tim analis untuk mengevaluasi kinerja para pemain yang bertanding. Rahasia sukses timnas U-19 saat menjuarai Piala AFF U-19, adalah adanya tim analis dalam setiap pertandingan. Feedback-nya, tentu evaluasi yang dilakukan lebih spesifik.
                Hal lainnya, klub-klub di Indonesia masih belum mau melibatkan ahli-ahli olahragawan yang ada di lingkungannya masing-masing. Cendikiawan olahraga yang ada di Perguruan Tinggi atau Sekolah Tinggi sebenarnya dapat membantu mengembangkan prestasi sebuah tim. Klub-klub besar di benua Eropa, sudah sejak lama bekerjasama dengan para ilmuwan olahraga untuk membantu tim dalam meningkatkan prestasinya. Keberadaan ilmuwan olahraga telah memiliki peran yang jelas untuk membantu sebuah klub. Menyesuaikan pola latihan dengan suhu di tempat berlatih, menganalisis kelebihan dan kekurangan tim lawan secara langsung, pengenalan aturan permainan yang selalu mengalami penyegaran setiap lima tahun sekali dan beberapa hal lain yang bisa diberikan untuk kemajuan tim bisa didapat dengan melibatkan para ahli olahraga. Sehingga kemajuan suatu klub dapat ditingkatkan dari berbagai hal.
                Diklat Persib pernah melakukan hal tersebut ketika ditangani oleh Jaino Matos yang memilih Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia (FPOK UPI) sebagai mitra dalam membangun tim Maung Ngora. FPOK UPI dipilih karena memiliki para ahli di bidang olahraga dan juga ditunjang dengan kelengkapan alat-alat biomekanika yang memadai untuk analisis gerak kegiatan olahraga. 

Pembinaan
Satu kata yang sebetulnya sudah sangat dipahami oleh semua insan sepak bola nasional, bahwa pembinaan pemain muda adalah hal yang sangat penting bagi kemajuan suatu tim. Pemenang tropi Piala Dunia 2014, Jerman, mengakui bahwa gelar juara yang diraihnya merupakan hasil pembinaan yang telah dilakukan dalam kurun waktu yang tidak sebentar. Bagaimana dengan Indonesia? Akan muncul banyak jawaban mengapa pembinaan yang dilakukan PSSI masih belum membuahkan hasil manis. Yang utama, saya mengutamakan pembinaan di akar rumput yang selalu keluar dari koridor pembinaan yang seharusnya. Sekolah Sepak Bola (SSB), walaupun jumlahnya begitu banyak, tapi hingga saat ini, belum ada pemain yang terlahir untuk memberikan prestasi bagi tim nasional senior. Tidak usah muluk-muluk menjadi juara dunia atau Asia, regional Asia Tenggara saja tim Garuda belum pernah menjadi yang terbaik. SSB, saat ini telah banyak menyimpang dari tujuan utamanya sebagai wadah untuk membina. Saat ini tidak sedikit petinggi SSB yang justru ingin mengoleksi tropi demi menarik minat para orang tua agar mau memasukkan anaknya di SSB langganan juara.

Pembinaan kita, menurut saya, justru sudah kelewat modern, karena memaksakan anak untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh pemain yang lebih senior darinya. Pembinaan seharusnya dilakukan sesuai jenjang dan tingkatannya masing-masing. Adanya kompetisi/ turnamen level nasional dan internasional memberikan stimulus pada pelaku pembinaan untuk mengantarkan timnya menjadi juara. Efeknya, latihan dengan intensitas dan volume yang melebihi takaran usia anak sering diberikan bagi pemain yang seharusnya belum mereka terima. Hasilnya memang bagus namun bersifat sesaat, di kelompok usia, Indonesia selalu meraih prestasi internasional. Bahkan sempat mengalahkan tim-tim besar Eropa.
Kenapa bisa anak-anak muda Indonesia mengalahkan tim-tim besar tersebut? Karena itu tadi, anak-anak Indonesia sudah modern dengan mengenal kompetisi yang tujuannya sebuah tropi dan juga pola latihan yang mengarah pada prestasi, bukan pengembangan potensi. Sedangkan anak-anak di negara yang sudah maju, melakukan pembinaan melalui tahapan demi tahapan yang seharusnya, tidak mau akselerasi seperti pembinaan kita.  Marilah kita kembalikan pembinaan kita pada yang seharusnya. Bukan hanya pelatih dan pengurus SSB yang harus merubah tujuan pembinaan, diperlukan peran dan pemahaman orang tua juga untuk merealisasikan pembinaan ke arah yang lebih baik.

Kualitas Liga
Tahun 1994, PSSI membentuk liga baru gabungan dari kompetisi Perserikatan (amatir) dan Galatama (semi pro), jadilah Liga Indonesia. Pada liga yang pertama kalinya dijuarai oleh Persib ini, PSSI berharap tim-tim di Indonesia bisa menjadi tim profesional. Namun nyatanya, selama 13 tahun, tim-tim Liga Indonesia masih didanai oleh APBD daerah masing-masing. Tahun 2008, Liga Super Indonesia terbentuk, tujuannya masih sama seperti membentuk Liga Indonesia 1994. Memasuki tahun ke-7, beberapa klub telah mandiri dan lepas dari dana APBD. Tetapi tidak sedikit pula tim yang tak layak verifikasi, entah itu karena keuangan yang tidak sehat, maupun tidak memiliki lapangan yang memadai.
Liga Super Indonesia, yang kini berubah menjadi QNB League, sebagai liga tertinggi di tanah air memang memiliki daya tarik luar biasa bagi penikmat sepak bola. Tak heran, jika LSI sempat masuk ke dalam sepuluh besar liga paling semarak di Asia, namun semarak saja tidaklah cukup. Tinggal bagaimana PT Liga, selaku operator kompetisi, menjalankan liga dengan baik.
Musim ini, QNB League memasuki edisi ke-7, seharusnya kompetisi kasta terteringgi ini menunjukkan progres yang baik. Namun sebelum liga bergulir, ada ketidaksepahaman antara PSSI, PT Liga, dan BOPI. Berawal dari mundurnya kick off QNB, yang semestinya tidak boleh ada intervensi dari pihak pemerintah. Tidak hanya sampai disitu, pemerintah, melalui BOPI dan Kemenpora juga melarang Arema dan Persebaya untuk mengikuti liga karena dianggap belum memenuhi semua syarat. Awalnya, kontestan QNB League yang semula 18 tim, BOPI menyarankan hanya 16 tim. Namun, PSSI dan PT Liga keukeuh menjalankan kompetisi dengan 18 tim.
Ketika liga sudah berjalan, operator liga kembali merubah jadwal kompetisi dengan mengundur sejumlah pertandingan di tanggal 12-25 April. Setelah itu, Kemenpora membekukan PSSI saat kepengurusan baru PSSI dibentuk, sehari sebelum PSSI berulang tahun. Kenapa selalu seperti ini liga tertinggi di negeri kita? Di saat tim sedang belajar menuju profesional, sang induk sepak bola dan lembaga pemerintahan seakan memberikan contoh yang tidak profesional. Semoga polemik ini menjadi yang terakhir dan tidak pernah lagi muncul hal-hal yang tidak profesional di persepakbolaan kita. PSSI dan Kemenpora harus segera menemukan solusi terbaik dan mau duduk bersama untuk membangun persepakbolaan yang sudah terlanjur menjadi hiburan rakyat dan sumber mata pencaharian (bagi pelaku langsung maupun pelaku tidak langsung).

Metode Latihan Modern
Selanjutnya, saya ingin membahas tentang metode latihan. Saat ini, sedang ramai para pelatih sepak bola Eropa memakai metode latihan footbal conditioning. Bahkan, salah satu akademi terbaik di dunia, Feyenoord, sukses mencetak pemain-pemain hebat di tim nasional junior Belanda saat ini melalui metode football conditioning. Selain itu, ada modernisasi one day one training yang pernah dipakai Real Madrid, atau juga sepak bola possesion ala Barcelona. Tim-tim tersebut memang sukses menjadi tim yang ditakuti di Eropa, bahkan dunia. Mereka ditunjang dengan fasilitas yang sangat komplit, sumber daya pelatih dan pemain yang memiliki intelektual tinggi, dan juga fondasi fisik, tehnik, dan gizi pemain yang memang sudah sesuai standar pesepakbola profesional. Apakah bisa sepak bola Indonesia memakai metode-metode modern di atas?
Sebelum menjawab, saya ingin mengatakan sesuatu hal terlebih dahulu. Tidak ada metode latihan yang jelek, tidak ada metode latihan yang bagus, yang ada adalah cocok atau tidak metode latihan itu digunakan. Nah, seperti yang saya katakan di atas, tim-tim besar seperti Feyenoord, Real Madrid, dan Barcelona, cocok menggunakan metode-metode latihan yang dianutnya, karena ditunjang dengan berbagai hal yang telah saya jelaskan di atas. Lalu, saya ulang kembali, apakah sepak bola Indonesia bisa memakai metode modern tersebut? Jawabannya, bisa. Tetapi entah berapa lama membuahkan hasil seperti tim-tim Eropa.
Namun, saya menilai, saat ini sepak bola Indonesia belum cocok menggunakan metode modern seperti tim-tim Eropa. Hal ini bukan suatu rasa pesimistis, atau keraguan terhadap penerapannya, namun masih banyak faktor penunjang lainnya yang harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum memilih metode modern seperti di Eropa. Beberapa pelatih beken Indonesia telah menerapkan metode-metode modern tersebut pada tim yang diasuhnya, namun belum memberikan hasil seperti yang diraih tim yang mereka tiru. Kenapa seperti itu, bukankah metodenya sama? Iya, metode yang digunakan sama, namun bagaimana dengan fasilitas penunjangnya, bagaimana dengan intelektual pemainnya? Bagaimana juga dengan fondasi fisik, tehnik dan gizi yang dimiliki pemain kita? Bukan saya mengerdilkan pemain kita. Namun, kita harus selektif dalam memilih sesuatu, jangan asal jiplak karena melihat hasil yang diperoleh tanpa melihat prosesnya seperti apa dan bagaimana.
Kita bahas tentang sepak bola possesion, tim Barca bisa sukses dengan tiki-takanya karena ditunjang pemain yang memiliki tehnik bola yang sempurna. Diperlukan passing akurat, kontrol bola yang baik, visi bermain yang bagus, pergerakan tanpa bola yang baik, kerjasama tim yang bagus, dan tentu kondisi lapangan yang baik pula. Kita bahas kemampuan passing, kontrol bola, dan visi bermain pemain. Para pemain  mutlak harus memiliki itu semua jika ingin menganut sepak bola possesion. Jika tidak, tentu metode yang digunakan tidak akan berjalan dengan baik. Sedangkan, menurut penulis, permainan seperti itu belum menjadi ciri dari pemain Indonesia. Para pemain kita lebih senang menunjukkan skill bermain dengan kemampuan individunya. Tidak bisa dipungkiri, pelatih, penonton dan pemain sendiri lebih senang dan seakan terlihat “wah” jika mampu melewati lawan dengan skill yang ciamik. Hal yang telah menjadi karakter dan akan berimbas pada kerjasama tim yang diperlukan dalam sepak bola possesion. Apalagi adanya tuntutan menang dari berbagai pihak, membuat permainan mengarah pada tujuan untuk membuat gol cepat, sehingga membentuk karakter pemain yang tidak memiliki kesabaran dalam bermain. Lalu kondisi lapangan, di Indonesia belum semua lapangan memiliki struktur yang rata, aliran bola masih terlihat berjalan tidak baik. Hal ini tentu mempersulit pemain untuk mengontrol bola.
Saya yakin, suatu saat nanti, Indonesia akan kembali terbang tinggi di persepakbolaan dunia jika terus mau belajar, berusaha dan bekerja keras dengan dibarengi kecerdasan dan rasionalitas. Tentu semua itu harus dibangun dari berbagai aspek dan dibutuhkan pula kerjasama semua pelaku sepak bola, baik itu pelaku langsung maupun tidak langsung. Sudah terlalu lama kita tertidur, ketika negara-negara lain telah berlari menuju sepak bola profesional dan modern. Ayo, Indonesia pun bisa! 

Penulis,
Indra Jaya


1 komentar: